Kenapa Pelaku Judol Sulit Berhenti Meski Sering Kalah?


Jakarta, CNN Indonesia

Banyak pelaku secara berulang melakukan judi online (judol) Sampai sekarang mengutang meski Pernah terjadi berkali-kali kalah. Mengapa demikian?

Hal ini dipengaruhi oleh adiksi judol yang bisa merusak otak. Ahli menjelaskan apa yang terjadi pada otak seorang pecandu judol.

Psikiater konsultan adiksi Kristiana Siste Kurniasanti bercerita, ia dan tim Klinik Adiksi RSCM banyak menghadapi pasien dengan adiksi perilaku, khususnya judi online.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sesuatu yang sampai memicu adiksi, ujar Siste, Akan segera Setiap Waktu berkaitan dengan kesenangan. Hanya saja, biasanya motivasi awal pasien didorong oleh kebutuhan yang Dianjurkan terpenuhi secara instan.

“Orang ingin dapat uang Mudah, kesenangan segera. Kesenangan itu, kan, gratifikasi,” kata Siste dalam webinar bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jumat (26/7).

Kecanduan sendiri memengaruhi beberapa area otak yang mengatur kontrol diri, membuat keputusan, keinginan terus-menerus, emosi Senang, dan euforia serta emosi dan memori.

Anehnya, orang yang kecanduan judol Sampai sekarang menumpuk utang sekian puluh atau ratus juta lebih banyak mengalami kekalahan ketimbang kemenangan. Pertanyaannya, kenapa susah sekali berhenti dari judol?

Hal ini, lanjut Siste, disebabkan oleh memori jangka panjang yang disimpan oleh pelaku. Memori itu biasanya berupa rasa euforia saat mendapatkan kemenangan.

“Misal Ia pas menang Rp80 juta, taruhannya Rp500 ribu. Memori ini tersimpan di hipokampus, bagian otak yang menyimpan memori jangka panjang. Pas Ia keadaan kesal, sedih, Ia ingat betapa senangnya pas menang, lalu mulai main lagi,” jelas Siste.

Kemenangan yang ‘hanya’ sekali itu terus diingat. Bertolak belakang dengan, kekalahan yang sekian banyak kali tidak diingat. Wajar saja, karena kemenangan membawa kesenangan.

Ia berkata, pada sirkuit adiksi, saat orang mencatat kemenangan, maka ada efek dopamine rush, di mana dopamin yang tinggi memicu kesenangan berlebihan seperti euforia.

Sementara saat kalah, dopamin tidak meningkat dan muncul perilaku impulsif untuk terus mencoba sampai menang.

Nah, orang itu ingat sesuatu yang menyenangkan, kemenangan ini jadi trigger buat Ia. Ia yakin setelah ini menang, Ia main terus. Pas kalah, kekalahan ini enggak diingat,” katanya.

(els/asr)

Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA

Exit mobile version