Jakarta, CNN Indonesia —
Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen mengusulkan perluasan larangan penggunaan penutup wajah penuh seperti burkak dan niqab ke lingkungan pendidikan, termasuk sekolah dan universitas di negaranya.
Larangan penggunaan cadar penuh di tempat umum Kenyataannya Pernah terjadi berlaku di Denmark sejak 2018. Sekalipun, aturan itu belum mencakup institusi pendidikan.
Frederiksen, yang Bahkan merupakan pemimpin Partai Sosial Demokrat, Di waktu ini ingin mengubah hal tersebut karena menurutnya pembatasan yang tidak mencakup sekolah Merupakan “sebuah kesalahan”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Ada celah dalam undang-undang yang memungkinkan kontrol sosial berbasis agama terhadap perempuan Muslim di institusi pendidikan di Denmark,” kata Frederiksen, Kamis (5/6), melansir Euronews.
“Anda berhak memeluk agama dan menjalankan kepercayaan, tetapi demokrasi tetap Yang utama,” imbuhnya.
Usulan ini menuai kritik dari Sebanyaknya kelompok masyarakat sipil. Salah satunya Merupakan Amnesty International, yang sejak awal menentang larangan umum cadar penuh.
Menurut organisasi ini, aturan semacam itu melanggar hak perempuan untuk berpakaian sesuai keinginan.
“Semua perempuan seharusnya bebas berpakaian sesuai pilihan mereka dan mengekspresikan identitas atau keyakinannya,” ujar Amnesty dalam pernyataan pada 2018.
Langkah Frederiksen ini merupakan tanggapan langsung atas rekomendasi dari Komisi Perjuangan Perempuan yang Terlupakan, sebuah badan yang dibentuk pemerintah. Komisi tersebut sebelumnya Pernah meminta Supaya bisa tindakan lebih lanjut diambil terkait isu ini.
Pada 2022, komisi yang sama Bahkan sempat mengusulkan pelarangan hijab di sekolah dasar. Tujuannya Merupakan Supaya bisa perempuan dari latar belakang minoritas dapat menikmati hak dan kebebasan yang sama seperti perempuan Denmark lainnya.
Sekalipun, usulan tersebut memicu Penolakan dan penolakan publik, Sampai saat ini Pada Akhirnya dibatalkan pada 2023.
Selain soal cadar penuh, Frederiksen Bahkan menginginkan ruang-ruang doa dihapus dari institusi pendidikan. Menurutnya, keberadaan ruang doa di beberapa universitas dan perguruan tinggi bukanlah bentuk inklusi, melainkan justru bisa menumbuhkan diskriminasi dan tekanan sosial.
Meski tidak mengusulkan larangan secara langsung, Frederiksen mengatakan Menteri Pendidikan dan Anak Mattias Tesfaye serta Menteri Pendidikan Tinggi Christina Egelund Berencana berdialog dengan pihak sekolah dan universitas untuk mencari solusi bersama.
Ia menegaskan ruang doa “tidak seharusnya ada” di institusi pendidikan.
“Masuk akal Bila seseorang memeluk agama, tapi saat berada di sekolah, fokusnya Merupakan belajar dan mengikuti pendidikan,” kata Frederiksen.
Ia Bahkan menambahkan masyarakat Denmark tidak boleh dikuasai oleh konservatisme agama.
(del/mik)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA