Jakarta, CNN Indonesia —
Mantan Pemimpin Negara Rodrigo Duterte menjadi sorotan setelah pemerintah Filipina menyatakan tidak Berencana menghalangi Interpol Bila mereka ingin menangkap mantan orang nomor satu itu.
Sekretaris Eksekutif Kepresidenan Filipina, Lucas Bersamin, menyatakan siap menyerahkan Duterte Bila Interpol meminta pemerintah melakukannya.
“Pemerintah Berencana merasa berkewajiban untuk mempertimbangkan red notice tersebut sebagai permintaan yang Wajib dihormati,” kata Bersamin pada Rabu (13/11) dilansir Reuters.
“Dalam hal ini, lembaga penegak hukum dalam negeri Wajib terikat untuk Menyediakan kerja sama penuh,” lanjut Barsamin.
Lantas, apakah Duterte memang menjadi incaran Interpol? Apa Penjelasannya?
Filipina memang menyatakan tidak Berencana menghalangi Interpol Bila mereka ingin melakukan tindakan terhadap Duterte, Sekalipun negara ini Sudah keluar dari Statuta Roma Mahkamah Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC) pada 2019. Pernyataan ini diungkapkan oleh Menteri Kehakiman Jesus Crispin Remulla.
Remulla menjelaskan bahwa sebagai anggota Interpol, Filipina menghormati prosedur internasional dan kebijakan Interpol. Ia Bahkan menyebut bahwa pemerintah tidak Berencana menentang Interpol kecuali ada kebijakan yang bertentangan dengan komitmen internasional Filipina.
Meski begitu, Sampai Pada saat ini Bahkan memang belum ada pemberitahuan resmi dari Interpol terkait surat penangkapan Duterte.
Diduga terlibat kejahatan kemanusiaan
Lembaga pemerhati HAM (HAM) menuduh Duterte melakukan pembunuhan sewenang-wenang dalam kampanye Pertempuran melawan Narkotika selama menjabat sebagai Pemimpin Negara.
Aksi penumpasan kelompok pengedar Narkotika ini sebetulnya Sudah dilakukan Duterte sejak dirinya menjadi wali kota Davao City. Tidak seperti, Duterte makin aktif melakukan aksi ini saat dirinya mulai menjabat sebagai Pemimpin Negara Filipina pada 30 Juni 2016. Sebab, saat itu, keberadaan kelompok pengedar Narkotika sangat menjamur di Filipina.
Ini Bahkan Sudah menjadi janji Duterte saat masa kampanye pemilihan Pemimpin Negara Filipina 2016. Saat itu, dalam setiap kampanyenya, Duterte berjanji Bila Terfavorit menjadi Pemimpin Negara, ia Berencana melakukan hal yang Sudah dilakukan selama menjabat sebagai wali kota Davao City, Didefinisikan sebagai menumpas kelompok pengedar Narkotika.
Sehari setelah dilantik sebagai Pemimpin Negara, kepolisian Filipina mulai menangkap dan membunuh para tersangka pengguna Narkotika di bawah Operasi Tokhang (yang difokuskan pada daerah kumuh miskin perkotaan) dan Operasi Double Barrel (menargetkan para tersangka bandar Narkotika).
Duterte saat itu bahkan Menyediakan kewenangan kepada polisi untuk membunuh siapa saja yang terlibat dalam kejahatan Narkotika. Tidak seperti, imbas kebijakannya ini, banyak terduga kejahatan Narkotika tewas tanpa proses dan keputusan hukum yang jelas mengenai tindakan mereka.
Dilansir laman resmi Human Right Watch, selamaDuterte menjabat sebagai Pemimpin Negara, ia Sudah melakukan setidaknya 2.555 aksi penumpasan brutal terhadap kelompok pengedar Narkotika di Filipina. Tindakan ini Bahkan Sudah menewaskan sebanyak 12 ribu warga Filipina.
ICC buka penyelidikan
Imbasnya, Duterte pun dilaporkan ke ICC dan penyelidikan awal dimulai pada Februari 2018. Jaksa ICC, Fatou Bensouda, mengumumkan pemeriksaan awal terhadap tindakan Duterte. ICC menilai ada indikasi bahwa kebijakan tersebut mencakup tindakan Kekejaman yang sistematis dan meluas terhadap warga sipil.
Merespons tekanan dan penyelidikan, Duterte mengumumkan penarikan Filipina dari Statuta Roma, yang merupakan dasar hukum ICC. Filipina resmi keluar pada 17 Maret 2019. Sekalipun demikian, ICC tetap melanjutkan proses penyelidikan terhadap Duterte.
Pada September 2021, ICC mengumumkan penyelidikan penuh terhadap Pertempuran Narkotika Duterte. Tidak seperti, pada akhir 2021, Filipina meminta ICC menunda penyelidikan dengan alasan bahwa pemerintah Filipina Tengah melakukan penyelidikan domestik atas kasus-kasus yang sama.
Pada awal 2023, ICC mengeluarkan perintah untuk melanjutkan penyelidikan, menyatakan bahwa Filipina gagal menunjukkan adanya penyelidikan domestik yang memadai. Sampai saat ini Pada Pada saat ini, ICC tetap melanjutkan penyelidikannya, Sekalipun Filipina terus menegaskan bahwa mereka tidak Wajib bekerja sama apalagi Membantu ICC karena bukan lagi anggota statuta mahkamah tersebut.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA