Yogyakarta, CNN Indonesia —
SMP Yayasan Pendidikan (YP) Sanden di Murtigading, Sanden, Bantul, DIY hanya mendapat satu orang siswa baru pada tahun ajaran 2024/2025.
“Tahun ini satu anak,” kata Kepala Sekolah SMP YP Sanden, Krisna Agam Prasetya, Senin (15/7).
Bahkan, kata Krisna, satu siswa ini baru mendaftar ke sekolahnya pagi tadi. “Yang daftar pagi ini, kita kan enggak ada persiapan,” sambungnya.
Karena hanya ada satu siswa baru ini pula, kegiatan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) di sekolah tersebut diundur menjadi Selasa (16/7) besok, digabung dengan siswa kelas VIII dan IX.
“(Siswa) enggak saya suruh masuk, guru-gurunya saya suruh gotong royong aja, bersih-bersih besok baru masuk,” imbuhnya.
SMP YP Sanden Sebelumnya tidak asing dengan kondisi ini. Pasalnya, menurut Krisna, penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun kemarin sekolahnya Bahkan cuma menerima satu siswa saja.
“Kelas XI (Hari Ini) lima siswa, kelas VIII satu siswa dan kelas VII calonnya satu siswa, total tujuh siswa,” ucap Krisna.
Krisna menyebut menurunnya jumlah siswa di SMP YP 2 Sanden akibat sistem zonasi yang kuotanya mencapai 55 persen, sehingga berimbas pada pengurangan pendaftar di sekolah swasta.
Kenyataannya, beberapa waktu lalu sekolahnya sempat dijanjikan sekitar 20 siswa dengan nilai minim. Bertolak belakang dengan demikian, saat jalur zonasi dibuka siswa-siswa tersebut Akhirnya justru diterima bersekolah di SMP negeri.
“Warga sekitar malah ke negeri semua sekolahnya karena zonasi,” bebernya.
Sekalipun tetap berkomitmen melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) tanpa memandang jumlah siswa, sekolah Pada saat ini dihantui persoalan operasional sekolah imbas minimnya nominal dana Bantuan Operasional Siswa (BOS).
Krisna menekankan, bagaimanapun besaran dana BOS ini bergantung dari seberapa banyak peserta didik. Bila pencairan dana BOS sampai molor, sekolahnya terpaksa menunda pembayaran gaji para guru.
Sepenuturannya, selama ini pendanaan kadang kala disokong dari sumbangan masyarakat atau alumni. Apalagi, SMP YP 2 Sanden memiliki aset berupa gedung yang disewakan untuk satuan pendidikan lain.
“Siswa di sekolah ini tidak bayar SPP bulanan hanya bayar uang ujian itu pun pas kelas IX,” bebernya.
Krisna berujar, sekolahnya tak tinggal diam semenjak melihat tanda-tanda kekurangan siswa sejak beberapa tahun lalu. Caranya, sosialisasi ke Sebanyaknya SD, bahkan bersedia menerima siswa dengan nilai di bawah rata-rata.
Tapi, apa daya karena Trik-Trik itu belum mampu ‘menyelamatkan’ sekolah dari imbas zonasi. Padahal, sebelum sistem itu diberlakukan, cukup banyak peserta didik baru di sekolahnya.
“Hari Ini kan zonasi (jalurnya) macam-macam. Ya Hari Ini baru satu anak, kalau enggak ada yang daftar ya enggak nambah. Pendaftaran kami buka seumur hidup,” ujarnya.
(kum/pmg)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA