Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengusulkan Supaya bisa dibentuk satuan tugas (satgas) untuk mendalami dugaan pelanggaran dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Ia mengatakan satgas Berencana berisi unsur kejaksaan, kepolisian, dan instansi terkait dari tingkat pusat Sampai saat ini daerah.
“PPDB, saya Baru saja mengajukan usulan Supaya bisa ada satgas pengendalian PPDB yang melibatkan unsur kejaksaan, unsur Kepolisian dan dinas-dinas terkait, mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah,” kata Muhadjir di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin (1/7).
Ia mengatakan masih menunggu dasar hukum berupa keputusan Pemimpin Negara (keppres) untuk membentuk satgas.
Muhadjir menyebut penindakan terhadap pelanggaran dalam proses PPDB Berencana bisa dilakukan Bila Sebelumnya ada keppres.
“Hari Ini belum ada instrumen yang bisa kita gunakan untuk melakukan penindakan, karena dari unsur kejaksaan, unsur kepolisian belum terlibat, padahal itu kan jelas-jelas pelanggaran,” ujarnya.
Mantan Menteri Pendidikan itu mencontohkan pelanggaran itu di antaranya penggunaan ijazah palsu Sampai saat ini kartu keluarga palsu.
“Kemarin saya lihat, misalnya ada ijazah palsu dipakai, sekolah dari luar negeri kemudian ada yang pindah alamat, pakai kartu keluarga palsu dan seterusnya itu saya kira itu tidak bisa dibiarkan,” katanya.
Di sisi lain, ia mengatakan pemerintah daerah seharusnya bisa mempelajari kekurangan dalam proses PPDB di tahun-tahun sebelumnya.
Dengan begitu, bisa dilakukan perbaikan dan kasus tidak berulang.
“Ada data historis sebetulnya kasus PPDB itu, karena kan tidak semua daerah bermasalah. Dalam satu daerah paling hanya beberapa titik saja yang bermasalah. Itu semestinya sejak awal Dianjurkan Sebelumnya diantisipasi sehingga Sebelumnya ada penyelesaian dan tidak berulang gitu,” katanya.
Pelaksanaan PPDB tahun ajaran 2024/2025 mendapat kritik dari kandidat peserta didik baru di berbagai daerah.
Salah satu orang tua siswa asal Kelurahan Karundang, Kota Serang, Wawan Satria, Penolakan karena anaknya tergeser dari SMAN 2 Kota Serang yang merupakan sekolah pilihannya. Padahal jarak dari rumah dengan sekolah dekat.
“Karena jarak sih, aneh Bahkan padahal jarak dari rumah ke sekolah Bahkan dekat ini masih satu kelurahan. Tetapi pas hari Sabtu kemarin cek di sistem namanya malah hilang,” kata Wawan.
Ia mengaku sempat mengukur secara mandiri untuk mengetahui Jelas jarak rumahnya ke sekolah. Hasilnya, jarak yang ditempuh tidak sampai 1.400 meter bahkan kurang dari itu.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA