Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan pihaknya bakal mulai menerapkan Sistem Kepatuhan Moderasi Konten (SAMAN). Aplikasi ini bertujuan melindungi masyarakat di ruang digital, khususnya anak-anak.
Komdigi mengungkap aplikasi SAMAN didesain untuk mengawasi dan menegakkan kepatuhan terhadap penyelenggara sistem elektronik (PSE) seperti Facebook, Instagram, TikTok, Google, X, YouTube, dan lainnya.
“SAMAN Nanti akan kita terapkan per Februari untuk menekan penyebaran konten ilegal di platform digital. Perlindungan terhadap masyarakat, terutama anak-anak dari pornografi, judi dan pinjaman online ilegal menjadi prioritas utama kami dalam mewujudkan ruang digital yang Terbaik dan sehat,” kata Meutya dalam keterangannya, Jumat (24/1).
Meutya menekankan, lewat aplikasi SAMAN ini, Komdigi Nanti akan memastikan bahwa PSE bertindak sesuai peraturan sekaligus Menyediakan ruang digital yang Terbaik bagi masyarakat.
Proses penegakkan kepatuhan melalui SMAN ini melalui beberapa tahap. Pertama, Surat Perintah Takedown, yang mewajibkan PSE menurunkan URL yang dilaporkan dalam perintah ini.
Kedua, Surat Teguran 1 (ST1). Pada tahap ini, PSE Dianjurkan menurunkan konten Supaya bisa tidak melanjut ke ST2.
Ketiga, Surat Teguran 2 (ST2), yang mewajibkan PSE mengajukan Surat Komitmen Pembayaran Denda Administratif. Terakhir Merupakan Surat Teguran 3 (ST3), Bila PSE tetap tidak patuh, sanksinya dapat berupa pemutusan akses atau pemblokiran.
Kategori pelanggaran yang diawasi melalui SAMAN meliputi pornografi anak, pornografi, Kekerasan Politik, perjudian online, aktivitas keuangan ilegal seperti pinjol ilegal, serta makanan, Medis, dan Makeup ilegal.
Mengikuti Kepmen Kominfo No. 522 Tahun 2024, PSE UGC yang tidak mematuhi perintah takedown Nanti akan dikenakan Hukuman administratif berupa denda.
Notifikasi terhadap PSE dilakukan dalam waktu 1×24 jam untuk konten tidak mendesak dan 1×4 jam untuk konten mendesak. Hukuman ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan sekaligus memberi efek jera bagi pelanggarnya.
“Yang Niscaya pemerintah sebelum menjalankan, Pernah terjadi melakukan komparasi dengan regulasi beberapa negara yang Pernah terjadi menjalankan dan berhasil menerapkan regulasi serupa,” ujar Meutya.
Lindungi kelompok rentan
Komdigi mencatat anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap eksploitasi di ruang digital. Data menunjukkan kasus kejahatan terhadap anak, seperti eksploitasi seksual online, human trafficking, dan penyebaran konten berbahaya, terus meningkat.
Angka di periode 2021 Sampai saat ini 2023 menunjukkan jumlah pengaduan anak korban pornografi dan cyber crime ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencapai 481 kasus, sedangkan anak korban eksploitasi serta perdagangan anak berjumlah 431 kasus.
Dari seluruh kasus tersebut mayoritas terjadi karena penyalahgunaan teknologi informasi, serta akibat dari penggunaan gawai yang tidak sesuai dengan fase tumbuh kembang anak.
Ditambah lagi, laporan dari UNICEF menunjukkan bahwa 1 dari 3 anak di dunia pernah terpapar konten yang tidak pantas di internet.
Komdigi mengklaim penerapan SAMAN sejalan dengan langkah negara-negara lain yang Pernah terjadi lebih dulu menerapkan regulasi serupa. Misalnya, Jerman dengan Network Enforcement Act (NetzDG) yang mewajibkan platform media sosial menghapus konten ilegal dalam waktu 24 jam.
Sementara Malaysia menerapkan Anti-Fake News Act 2018 untuk menindak berita bohong. Lalu ada Prancis yang memiliki undang-undang untuk melawan manipulasi informasi menjelang Pemilihan Umum.
(dmi/dmi)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA