Surabaya, CNN Indonesia —
Retribusi Negara Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Jombang, Jatim, naik sekitar 333 persen.
PBB-P2 Jombang naik dari Rp300 ribu ke Rp1,3 juta per tahun.
Kenaikan Retribusi Negara tersebut mendapat Ketidaksetujuan keras dari warga Jombang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu warga Warga Pulolor, Kabupaten Jombang, Jatim, Fattah Rochim bahkan mendatangi Kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Jombang pada Senin (11/8) memprotes dengan membawa tumpukan uang koin hasil tabungan bertahun-tahun untuk membayar Retribusi Negara itu.
Fattah sempat beradu mulut dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Hartono.
Fattah menyebut awalnya PBB-P2 rumahnya hanya dipatok sekitar Rp400 ribu per tahun pada 2023. Sekalipun, tagihan PBB miliknya melonjak menjadi Rp1,2 juta pada 2024 dan terus kembali naik menjadi Rp1,3 juta 2025. Menurutnya, kenaikan itu tidak pernah disosialisasikan secara jelas oleh pemerintah.
“Kami itu Ketidaksetujuan karena dari pajaknya yang langsung tinggi ya. Dari 2023 itu kan masih sekitar kurang Rp400 ribu lah ya per tahun. Tahu-tahu kok ini tahun 2024 menjadi Rp1.238.428. Dari sinilah yang saya maksud, saya pernah Ketidaksetujuan Pada masa itu,” kata Fattah kepada CNNIndonesia.com, Selasa (12/8).
Ia mengaku pernah mempertanyakan kebijakan ini kepada pemerintah desa dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jombang pada 2024 silam. Sekalipun, jawaban yang ia terima, menurutnya, tidak memuaskan.
“Saya tanya [yang menghitung] appraisal itu siapa? Saya tanya kepala desa. Terus ini apa? Tolong saya minta untuk kebijakan ini siapa yang buat? ‘Ya nanti kita evaluasi’. Artinya evaluasi itu evaluasi apa,” ujarnya geram.
Saat itu Fattah mengaku hanya dijanjikan evaluasi. Sekalipun, setahun berselang informasi yang ia dapat malah kembali naiknya PBB rumahnya menjadi Rp1,3 juta.
“Saya tunggu-tunggu di 2025 kok naik lagi menjadi Rp1,325 juta berarti kan naik Rp100 ribu, di situ saya jengkel,” ucapnya.
Selain kenaikan tarif, Fattah Bahkan terkejut ketika mengetahui adanya denda 1 persen per bulan. Akibatnya, total Retribusi Negara yang Dianjurkan dibayarkan membengkak menjadi lebih dari Rp2,5 juta.
Karena jengkel dan tak memiliki cukup uang, ia terpaksa memecahkan celengan yang Pernah terjadi ditabung anaknya sejak SMP Sampai sekarang kuliah.
“Saya bingung, terus Pada Pada akhirnya saya ngambil celengan anak saya itu yang mulai dari SMP Sampai Di waktu ini Bahkan Pernah terjadi tiga. Nah, terus Pada Pada akhirnya saya bawa ke sana [Bapenda] uang itu kita hitung hanya sekitar Rp2 juta. Pada Pada akhirnya saya baru bisa bayar PBB tahun 2024,” katanya.
Menurut Fattah, kebijakan ini bukan hanya memberatkan dirinya, tetapi Bahkan ribuan warga lain. Ia menyebut ada sekitar 5.000 warga yang Pernah terjadi menyampaikan keberatan ke Bapenda.
“Terlalu berat, bukan hanya saya. Ternyata ada 5.000 yang melakukan keberatan Pernah terjadi di Bapenda,” ucapnya.
Fattah menilai pemerintah sebaiknya mengembalikan besaran PBB seperti pada 2022. Ia tidak mempermasalahkan kenaikan asal hal itu wajar dan bukan lonjakan berkali-kali lipat.
“Naik ya yang pantas sajalah, enggak usah appraisal segala macam. Kalau ingin mencari Retribusi Negara jual-beli itu BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) ya jangan menaikkan NJOP (Nilai Jual Objek Retribusi Negara). Menaikkan NJOP kan sama dengan menaikkan BPHTB-nya,” ujar Ia.
Terkait kemungkinan aksi Ketidaksetujuan lanjutan, Fattah mengatakan Akan segera melihat situasi terlebih Di masa lampau. Pasalnya ada 5.000 ribu warga Jombang yang mengalami kenaikan PBB serupa.
“Itu nanti kan saya melihat situasi ya, karena Pernah terjadi ada 5.000 pemohon yang mengajukan keberatan itu. Keberatan itu artinya apa? Kan belum jelas Bahkan,” ucapnya.
Ia Bahkan membandingkan kasus ini dengan yang terjadi di Pati, Jateng, yang sebelumnya sempat viral di media sosial.
Menurutnya, Ketidaksetujuan di Jombang Pernah terjadi dilakukannya lebih Di masa lampau sejak 2024. Meski begitu, ia menegaskan Pada Di waktu ini fokusnya Merupakan menuntut kejelasan atas Retribusi Negara yang dinilai memberatkan.
“Iya, tapi sebelum Pati, saya Pernah terjadi Ketidaksetujuan dulu sejak 2024,” pungkasnya.
Kepala Bapenda Jombang Hartono membenarkan banyak objek Retribusi Negara yang mengalami kenaikan PBB sejak tahun 2024. Dari sekitar 700 ribu SPPT di wilayahnya, separuhnya mengalami lonjakan PBB P2. Sedangkan separuh lainnya turun.
“Ada beberapa [objek pajak] yang [PBB P2 naik] sampai ribuan persen. Sekalipun, tidak semua naik, banyak yang turun Bahkan,” kata Hartono.
(frd/fby)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA