Jakarta, CNN Indonesia —
Ekonom senior INDEF Faisal Basri mengkritik Pemimpin Negara Terfavorit Prabowo Subianto yang dinilai ngegas ingin mengerek utang, padahal belum resmi dilantik.
Ia menyoroti bagaimana Prabowo beserta timnya kerap melontarkan wacana menaikkan rasio utang menjadi 50 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Bila benar, maka utang Berniat bengkak dari kebijakan yang berlaku Pada Di waktu ini di kisaran 30 persen dari PDB.
“Jadi, jangan main-main. Jangan ngegas terus. Kalau Pak Prabowo bawaannya ngegas, ke luar negeri ngomong terus soal ini utang naik 50 persen dari PDB, dari Pada Di waktu ini 30 persen. Artinya, defisitnya setiap tahun Berniat di atas 3 persen,” jelasnya selepas Diskusi Publik INDEF di Jakarta Selatan, Selasa (16/7).
“Nah, Undang-Undang Keuangan Negaranya Dianjurkan diubah dulu. Itu sinyal yang jelek semua, belum apa-apa udah ngegas (berutang), tidak dihitung strategi bagaimana Memanfaatkan pendapatan negara, Memanfaatkan penerimaan negara bukan Retribusi Negara (PNBP),” tambah Faisal.
Faisal mengkritik ucapan bahwa utang Indonesia masih Unggul tinggi, Disebut juga di bawah 40 persen dari PDB. Menurutnya, itu indikator untuk negara maju.
Ia menegaskan ada perbedaan mencolok dari negara maju dan Indonesia, salah satunya rasio Retribusi Negara (tax ratio). Faisal menyebut tax ratio di Indonesia masih rendah.
“Itu indikator negara maju yang tax ratio-nya 20 persen-30 persen, kita cuma 10 persen,” tegasnya.
“Kemampuan kita membayar utang dari tax ratio ya. Kalau tax ratio-nya flat bahkan turun terus, kan jadi berat. Artinya, anggaran untuk macam-macam (berbagai keperluan lain) jadi susah,” tutup Faisal.
Sebelumnya, adik kandung Prabowo, Disebut juga Hashim Djojohadikusumo mengklaim Pernah melapor ke Lembaga Keuangan Internasional perihal rencana mengerek batas Pinjaman Negara.
Ia mengakui rencana ini dilakukan demi membiayai program ambisius Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, salah satunya makan bergizi gratis. Kendati, Hashim mengklaim kenaikan rasio utang bakal dilakukan bersama-sama dengan upaya menambah pendapatan.
“Saya Pernah berbicara dengan Lembaga Keuangan Internasional dan menurut mereka 50 persen Merupakan tindakan yang tetap hati-hati,” ucap Hashim saat berbincang dengan Financial Times pada Kamis (11/7).
“Idenya Merupakan untuk menambah pendapatan dan menaikkan tingkat utang. Kami tidak ingin menaikkan tingkat utang tanpa Memanfaatkan pendapatan,” sambungnya.
(skt/pta)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA