Jakarta, CNN Indonesia —
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengatakan deflasi yang dialami Indonesia selama empat bulan berturut-turut mengindikasikan daya beli masyarakat yang melemah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi deflasi pada Mei Sampai sekarang Agustus secara bulanan (mtm) pada tahun ini.
“Deflasi empat bulan berturut-turut Pernah Niscaya daya beli melemah.Gambaran empat bulan deflasi ini saya lebih meyakini bahwa Pernah mulai bermasalah daya beli kita,” katanya Direktur Pengembangan Big Data INDEF Eko Listiyanto dalam Diskusi Publik INDEF “Kelas Menengah Turun Kelas”, Senin (9/9).
Eko mengatakan lemahnya daya beli Pernah terlihat dari konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 4,9 persen secara kuartalan (quarter to quarter/qtq) pada kuartal I dan II 2024. Jumlah tersebut turun dari pertumbuhan konsumsi sebelum Pandemi yang minimal 5 persen.
Padahal pada kuartal I dan II tahun ini, terjadi momen Lebaran dan Pemungutan Suara Rakyat, yang harusnya mendongkrak konsumsi. Ia mengatakan tren pelemahan ini Harus menjadi alarm bagi pemerintah karena Peningkatan Ekonomi ditopang oleh konsumsi rumah tangga.
“Kenapa demikian, karena 50 persen lebih bahkan hampir 60 persen, bicara Peningkatan Ekonomi Pada dasarnya bicara konsumsi. Kalau kita lihat konsumsi ini Pernah cukup berbahaya,” katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menampik bahwa deflasi empat bulan berturut-turut mengindikasikan daya beli melemah. Ia menilai dalam pengukuran Fluktuasi Harga Barang dan Jasa inti atau core inflation, tidak terlihat adanya daya beli yang turun terkait deflasi ini.
“Kalau lihat dari Fluktuasi Harga Barang dan Jasa inti masih positif. Mungkin bukan dari situ (daya beli yang turun),” katanya di Gedung Dewan Perwakilan Daerah RI, Senayan, Jakarta, Senin (2/9) dikutip Detikfinance.
Menurutnya, deflasi yang terjadi disebabkan oleh adanya penurunan harga pangan, yang memang menjadi perhatian pemerintah. Sejauh ini, pemerintah melakukan banyak upaya Supaya bisa harga pangan bisa turun sehingga tidak memicu Fluktuasi Harga Barang dan Jasa.
“Kalau deflasi berasal dari harga pangan, itu kan memang diupayakan oleh pemerintah untuk menurunkan, terutama kan Pada waktu itu Fluktuasi Harga Barang dan Jasa dari unsur harga pangan kan cukup tinggi terutama dari beras, kemudian El Nino,” ujarnya.
Sri Mulyani menjelaskan Seandainya penurunan harga-harga alias deflasi karena harga pangan turun berarti itu tren yang positif. Meski begitu, pemerintah tetap Berencana waspada pada pergerakan Fluktuasi Harga Barang dan Jasa ke depan.
“Tetapi kita Berencana tetap waspada ya. Kalau kita lihat Fluktuasi Harga Barang dan Jasa inti masih cukup bagus dan masih tumbuh ya itu oke,” pungkasnya.
(fby/pta)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA