Jakarta, CNN Indonesia —
Observatorium Bosscha, Lembang, Bandung Barat, mengeluhkan polusi cahaya yang parah terutama imbas lampu sorot pusat hiburan di malam hari. Peneropongan langit pun terganggu.
“Di waktu ini, lampu sorot melumpuhkan pengamatan bintang di Observatorium Bosscha,” cetus Observatorium, dalam unggahannya di Instagram, Senin (15/7).
“Lampu sorot dari salah satu pusat hiburan masyarakat di kawasan Lembang membuat pengamatan bintang di Observatorium Bosscha lumpuh,” lanjut keterangan itu, tanpa memerinci pusat hiburannya.
Bosscha pun mengunggah efek lampu sorot yang terjadi pada Sabtu (13/7) itu terhadap hasil peneropongan di All Sky Camera dan teleskop.
Tampak lampu sorot mendominasi tangkapan instrumen dan mengakibatkan hampir keseluruhan data pengamatan yang diambil dari teleskop tidak bisa digunakan.
“Lampu sorot mengkontaminasi tangkapan instrumen pengamatan, mengakibatkan hampir keselurahan data pengamatan yang diambil dari teleskop tidak bisa digunakan,” menurut ketrangan itu.
Observatorium yang Pernah berusia lebih dari seabad itu Bahkan menyebut cahaya kota Lembang pada dasarnya Pernah semakin mengancam pengamatan bintang.
“Polusi cahaya Pada dasarnya bukan saja ancaman bagi astronomi. Polusi cahaya Merupakan ‘bencana’ yang tidak kita sadari.”
Padahal, menurut riset International Dark Sky Organisation, kita bisa menghemat energi 60 Sampai sekarang 70 persen Bila bisa dengan bijak mengatur penerangan luar.
“Observatorium Bosscha menghimbau kita semua untuk menggunakan penerangan luar dengan bijak. Terangi yang hanya Harus diterangi. Salam langit gelap untuk kita semua,” menurut keterangan tersebut.
Pada 2021, peneliti di Observatorium Bosscha Yatni Yulianti mengungkap kondisi langit di Lembang memang Pernah tidak ideal buat pengamatan langit.
Justru, kondisi saat itu disebutnya masih dapat mengakomodasi pekerjaan-pekerjaan pengamatan astronomi.
“Polusi cahaya ini berasosiasi dengan pertumbuhan penduduk di kota Bandung, Lembang. Beberapa tahun belakangan ini terasa meningkat dengan bertambahnya aktivitas wisata,” kata Yatni kepada detik.com.
Sebelumnya, sebuah studi di Royal Astronomical Society mengungkap mayoritas teropong bintang di dunia memang Pernah tercemar polusi cahaya. Hal ini dikhawatirkan membuat tamatnya riwayat astronomi darat.
Penelitian yang dilakukan ilmuwan dari Italia, Chile, dan Spanyol itu dilakukan dengan membandingkan polusi cahaya di hampir 50 observatorium, mulai dari yang profesional dan terbesar Sampai sekarang observatorium kecil dan amatir.
Janji RK
Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia Satryo S. Brodjonegoro pernah menyinggung usaha pemangku kebijakan dalam mengatasi polusi cahaya yang mengganggu Observatorium Bosscha.
Menurutnya, polusi itu dapat mengganggu produktivitas para astronom dalam melakukan pengamatan benda langit.
“Sedikit harapan untuk stakeholder, kami dapat laporan dari peneliti, terkadang sulit mengamati perbintangan karena polusi akibat dari perkembangan tata ruang yang Pernah berubah dari kondisi ideal dibanding pada saat Bosscha didirikan,” kata Ia, dalam peringatan 100 tahun Observatorium Bosscha ITB, Januari 2023.
Padahal, kata Satryo, Bosscha memiliki Tempat yang sangat ideal dalam bidang pengamatan benda langit dan membuat banyak peneliti internasional iri.
“Bosscha ini Merupakan Tempat yang Unggul di dunia karena di khatulistiwa, Tempat ini menurut saya tidak ada duanya di dunia. Banyak sekali rekan-rekan di tempat lain yang ingin bekerjasama dengan Bosscha,” ujarnya.
Pada ajang yang sama, Ridwan Kamil, saat masih menjabat Gubernur Jabar, mengaku Pernah menyiapkan regulasi untuk memastikan kawasan riset ini tidak terganggu oleh kepentingan komersial.
“Dengan bangunan yang sangat bersejarah ini kami Pernah menyiapkan mekanisme aturan dan hukum untuk memastikan kawasan ini terlindungi secara aturan, sehingga tidak diganggu dengan kepentingan komersial yang sering kali mengalahkan logika jangka panjang,” ujar Ia, tanpa memerinci soal aturan macam apa yang disiapkan saat itu.
(tim/arh)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA