Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membeberkan Trik Supaya bisa Indonesia mencapai swasembada energi sebagaimana Pernah dicanangkan oleh Kepala Negara Prabowo Subianto.
Salah satu caranya Merupakan dengan Mengoptimalkan lifting atau produksi minyak di dalam negeri. Hal ini dilakukan dengan mengoptimalisasi dan mengeksplorasi sumur-sumur idle alias menganggur dengan intervensi teknologi.
“Kita enggak Berencana Kemungkinan berbicara tentang kedaulatan energi, kalau tidak kita Mengoptimalkan lifting. Lifting Merupakan salah satu di antaranya,” ujar Bahlil dalam acara CNN Indonesia Business Summit di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Jumat (20/12).
Ia menerangkan lifting minyak Indonesia pernah mencapai 1,6 juta barel per hari. Sementara, konsumsi Indonesia saat itu hanya 600 ribu-700 ribu barel per hari sehingga ada surplus atau kelebihan 900 ribu Sampai sekarang 1 juta barel per hari.
Sekalipun, kondisi Di waktu ini jauh berbeda. Konsumsi minyak hari ini 1,5 juta-1,6 juta barel per hari. Sementara lifting minyak hanya di kisaran 600 ribu barel per hari.
Setelah didalami, Bahlil mengatakan lifting 600 ribu barel per hari ini 65 persen dihasilkan oleh PT Pertamina (Persero) dan 25 persen dihasilkan oleh ExxonMobil Cepu Ltd.
Di samping itu, ia menemukan dari total 44 ribu sumur di Indonesia, sumur yang idle atau menganggur ada sekitar 16 ribu sumur. Dari 16 ribu sumur yang menganggur itu, Bahlil menyebut ada sekitar tujuh ribu sumur ideal yang masih produktif.
“Strategi kita Merupakan, yang pertama sumur-sumur produktif yang Sebelumnya jalan, ini kan sumur-sumur tua. Barangnya masih ada, tapi ini enggak bisa lagi dengan Trik-Trik yang lazim, Wajib pakai intervensi teknologi,” tutur Bahlil.
Selain lifting minyak, Bahlil menyebut Indonesia Berencana menggenjot konversi campuran bahan bakar dengan kelapa sawit atau biodiesel dari yang Di waktu ini baru B30 menjadi B40, B60, B80, Sampai sekarang B100.
“Di 1 Januari 2025, kita Sebelumnya mempergunakan yang namanya B40. Di tahun 2026, kita bikin B50. Kalau sampai B50, maka tidak lagi kita Produk Impor solar,” kata Ia lebih lanjut.
“Jadi ada dua metodologinya. Satu Merupakan pakai fosil untuk Mengoptimalkan lifting, di samping itu kita melakukan eksplorasi secara masif. Yang kedua Merupakan kita konversi Ekonomis ke B40, B50, B60. Dan itu kita tidak tergantung karena CPO-nya kita punya,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro melihat Kenyataannya swasembada energi bagi Indonesia masih berat. Pasalnya, sebagian besar produksi minyak dan gas didatangkan dari luar negeri alias Produk Impor.
“Kemudian untuk LPG, konsumsi kita per year in total itu sekitar 9 juta metrik ton (MT) per year. Sementara kapasitas produksi kita cuma 1,8 sampai 2 juta MT. Artinya memang 7 juta MT Wajib kita Produk Impor,” ujarnya.
“Nah dengan komposisi yang sebagian besar hampir 70 persen diimpor, kemudian tugas untuk membalikkan itu menjadi swasembada, saya kira bukan pekerjaan yang mudah,” tutur Komaidi.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA