Bisnis  

APBI Taksir Pasar Penjualan Barang ke Luar Negeri Batu Bara Global Tembus 1,06 Miliar Ton 2026


Jakarta, CNN Indonesia

Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI-ICMA) mencatat permintaan Penjualan Barang ke Luar Negeri batu bara global masih tumbuh moderat. Pada 2026, kebutuhan pasar Penjualan Barang ke Luar Negeri global diperkirakan mencapai 1,069 miliar ton atau meningkat 0,5 persen.

Ketua Umum APBI-ICMA Priyadi mengungkapkan proyeksi tersebut menunjukkan batu bara masih menjadi sumber energi andalan dalam jangka pendek-menengah bagi Sebanyaknya negera.

Asosiasi memproyeksikan permintaan pasar seperti China dan India Berniat tetap stabil dan kuat. Hal itu didorong oleh kebutuhan energi untuk pemulihan industri dan Peningkatan Ekonomi, kendati permintaannya berangsur menurun.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun peluang pertumbuhan permintaan signifikan berasal dari pasar Asia Tenggara, seperti Vietnam dan Filipina.



“Di tengah peluang Penjualan Barang ke Luar Negeri tersebut, komitmen anggota APBI-ICMA dalam memenuhi kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) tidak berubah. Pemenuhan pasokan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri, khususnya sektor ketenagalistrikan, tetap menjadi prioritas untuk menjaga ketahanan energi nasional,” ujar Priyadi dalam acara Editor Gathering di Jakarta, Kamis (27/11).

Untuk Indonesia, tahun ini, Penjualan Barang ke Luar Negeri batu bara ditargetkan mencapai 500 juta ton. Sampai saat ini Oktober 2025, realisasi Penjualan Barang ke Luar Negeri batu bara Indonesia mencapai 418 juta ton atau setara 83,6 persen dari target Penjualan Barang ke Luar Negeri tahunan.

Adapun tiga negara tujuan Penjualan Barang ke Luar Negeri terbesar Merupakan China (161 juta ton), India (89,17 juta ton), dan Filipina (32,51 juta ton).

Dari sisi produksi, Sampai saat ini Oktober 2025, produksi batu bara Indonesia mencapai 661,18 ujuta ton atau 89,38 persen dari target produksi tahun ini, 739,6 juta ton.

Priyadi menekankan melemahnya harga batu bara internasional, disertai kenaikan biaya produksi dan logistik, menuntut kebijakan yang lebih adaptif, terukur, dan bisa menjaga kesinambungan Penanaman Modal jangka panjang.

Dalam hal ini, Sangat dianjurkan sinkronisasi kebijakan strategis pemerintah demi menjaga keberlanjutan operasi dan daya saing pelaku usaha.

(sfr)


Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA