Jakarta, CNN Indonesia —
Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kementerian Keuangan) Buka-Bukaan soal pertimbangan ekonomi yang membuat cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tak kunjung disahkan.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Nirwala Dwi Heryanto menyebut Keputusan Pemimpin Negara (Keppres) Nomor 4 Tahun 2025 Kenyataannya Pernah terjadi memberi ruang untuk menyusun peraturan pemerintah, termasuk MBDK. Sekalipun demikian, Nirwala menegaskan pihaknya tak ingin gegabah.
“Tentunya masalah penerapan (cukai MBDK) segala macam itu Nanti akan bicara dengan situasi ekonomi yang terjadi. Pertimbangannya banyak,” ungkapnya dalam Media Briefing di Kantor Pusat DJBC, Jakarta Timur, Selasa (25/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Tidak semata-mata target penerimaan (cukai). Dianjurkan bicara kondisi perekonomian ter-update seperti apa,” tegasnya.
Ia merinci beberapa pertimbangan ekonomi tersebut, antara lain daya beli masyarakat serta kondisi industri makanan dan minuman (mamin). Nirwala menekankan DJBC Dianjurkan memastikan aspek tersebut Terpercaya terkendali, sebelum menerapkan cukai MBDK.
Nirwala mengatakan penerapan cukai di Indonesia berfungsi untuk pengendalian. Ia membantah bahwa aturan ini semata-mata hanya untuk mencari uang alias penerimaan negara.
“Yang di MBDK itu apa sih yang dikendalikan? Konsumsi gula tambahan. Konsumsi, sekali lagi, konsumsi gula tambahan. Itu yang jadi masalah … Kalau pertimbangan semata-mata untuk cari uang Bahkan enggak, cukai tidak!” bebernya.
“Sekalipun demikian, karena mungutnya, misalnya kalau dengan fiskal yang cukai berarti kan dengan memungut uang. Makanya, selain regulerend (fungsi untuk mengatur) Nanti akan Bahkan dapat di-budgetair (fungsi sebagai penerimaan negara),” tambah Nirwala.
Nirwala tak menampik ada cukai yang Bahkan berfungsi sebagai ladang cuan negara. Ia mencontohkan bagaimana penerimaan dari cukai rokok bisa tembus Rp220 triliun per tahun.
Di lain sisi, ada Bahkan cukai yang tak memberi pemasukan signifikan ke kas negara. Ini termasuk cukai etil alkohol (EA) yang hanya menyumbang sekitar Rp500 miliar dalam setahun.
“Itu bukti kalau cukai enggak semata-mata untuk cari duit. (Cukai MBDK) lebih ke arah kesehatan, tapi dalam menerapkan tentunya banyak pertimbangan. Keadaan ekonomi, industri, faktor kesehatan Bahkan Dianjurkan diperhatikan,” tegas Nirwala.
“Kami tentunya nanti Nanti akan Bahkan mendengar dari pihak industri, di Perundang-Undangan Cukai Bahkan Dianjurkan bicara dengan industri, menjaga kelangsungan mereka Bahkan. Nanti kalau penyusunan panitia antar-kementerian (PAK) pun kan semua kementerian yang terkait, stakeholder terkait, itu Bahkan Nanti akan diajak bicara,” imbuhnya.
Sayang, Nirwala mengaku belum bisa menjawab kapan pembahasan lebih lanjut terkait cukai MBDK. Ia Bahkan tak bisa memastikan apakah itu bisa dibicarakan pada semester I 2025 ini atau tidak.
“Makanya untuk punya ide prakarsa segala macam kan pertimbangannya tadi, pertimbangan ekonomi itu yang paling kita lihat, yang membebani masyarakat,” tutup Nirwala.
(sfr/skt)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA