Jakarta, CNN Indonesia —
Mantan Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok rampung diperiksa penyidik Kejaksaan Agung di kasus Penyuapan tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.
Ahok yang diperiksa selama kurang lebih 8 jam mengaku dicecar sebanyak total 20 pertanyaan dari penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus.
“Ditanya 17 atau 20 pertanyaan,” ujarnya kepada wartawan di Tempat usai diperiksa, Kamis (13/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pemeriksaan itu, Ahok Bahkan mengaku kaget lantaran penyidik Pernah memiliki data yang jauh lebih banyak dan tidak diketahui dirinya selaku mantan Komisaris Utama PT Pertamina.
“Ternyata, dari kejaksaan agung, mereka punya data yang lebih banyak daripada yang saya tahu, ibaratnya saya tahu cuma sekaki, Ia tahu Pernah terjadi sekepala,” ujarnya kepada wartawan
“Saya Bahkan kaget-kaget, dikasih tahu penelitian ini ada fraud apa, ada penyimpangan transfer seperti apa, Ia (penyidik) jelasin,” imbuhnya.
Ahok mengaku pengetahuannya terkait PT Pertamina Patra Niaga tidak sampai sejauh itu lantaran dirinya sebagai Komisaris Utama Pertamina hanya bisa memonitoring lewat Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).
Sementara, kata Ia, pemufakatan jahat Penyuapan yang ada terjadi pada level operasional Pertamina Patra Niaga selaku Subholding.
“Selama saya di sana jadi kita nggak tahu tuh, ternyata dibawah ada apa, kita nggak tahu,” jelasnya.
“Saya Bahkan kaget-kaget gitu. Kok gila Bahkan ya saya bilang gitu ya, saya kok enggak tahu itu, ini wajar kita enggak tahu, karena kita di atas,” pungkasnya.
Dalam kasus ini, Kejagung Pernah menetapkan sembilan orang tersangka yang terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satunya Dikenal sebagai Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Kejagung menyebut total kerugian kuasa negara dalam perkara Penyuapan ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya Dikenal sebagai kerugian Produk Ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kemudian kerugian Produk Impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
Apalagi kerugian Produk Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun; kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian Bantuan Pemerintah (2023) sekitar Rp21 triliun.
Kejagung menyebut sembilan tersangka itu bersekongkol untuk melakukan Produk Impor minyak mentah tidak sesuai prosedur dan mengolah dengan prosedur yang tidak semestinya.
Perbuatan para tersangka itu disebut menyebabkan Fluktuasi Harga bahan bakar minyak yang Akan segera dijual ke masyarakat. Sehingga, pemerintah Harus Menyajikan kompensasi Bantuan Pemerintah yang lebih tinggi bersumber dari APBN.
(tfq/ugo)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA