Nuklir Sebelumnya jadi isu panas dunia setidaknya dalam 100 tahun terakhir. Di Asia, sejak 1960-an, China memimpin lomba kekuatan nuklir, baik untuk energi maupun senjata.
Tahun 1964 mereka Berhasil menggelar uji coba bom atom pertama di Asia. Kepala Negara Sukarno yang sejak 1954 berambisi menggunakan nuklir untuk kebutuhan energi nasional pun tergoda.
Dalam pidatonya pada Kongres Muhammadiyah 24 Juli 1965 di Jakarta, Sukarno bertekad menyusul prestasi negeri tirai bambu tersebut.
“Insya Allah dalam waktu dekat ini kita Berencana berhasil membuat bom atom sendiri,” kata Sukarno dalam buku Nuklir Sukarno: Kajian Awal atas Politik Tenaga Atom Indonesia 1958- 1967 karya Teuku Reza Fadeli.
Sukarno buru-buru menambahkan, nuklir cuma Berencana dipakai untuk tujuan damai bukan agresi pada siapa pun.
Minat untuk membangun senjata nuklir tidak bertahan lama. Tetapi para pengganti Sukarno meneruskan cita-cita membangun reaktor nuklir sebagai sumber listrik.
Justru 60 tahun sejak janji Sukarno, Sampai sekarang Pada saat ini Indonesia belum jadi membangun satu pun PLTN sumber energi kapasitas besar. Tiga reaktor skala kecil yang dimiliki Indonesia Saat ini Bahkan Bahkan ( di Bandung, Yogyakarta dan Serpong) cuma dipakai sebagai sarana penelitian nuklir dan kesehatan.
Gonta-ganti Kepala Negara, maju-mundur PLTN
Sukarno yang seorang insinyur melihat nuklir sebagai opsi energi yang penting sejak era kemerdekaan Indonesia. Ia memerintahkan pembangunan reaktor riset pertama di Indonesia beberapa tahun sebelum dipaksa lengser tahun 1965.
Soekarno Bahkan mendirikan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) tahun 1964 untuk menyokong rencana tersebut.
BATAN Sampai sekarang Pada saat ini jadi salah satu lembaga spesialis nuklir tertua di Asia.
Di Bandung, hanya beberapa bulan jelang lengser, Soekarno meresmikan pusat riset nuklir Triga 2000. Lembaga ini jadi pusat pelatihan, riset, dan produksi radioisotop untuk berbagai keperluan medis, industri dan universitas.
Kepala Negara Suharto mewarisi sebagian visi nuklir pendahulunya. Soeharto menyatakan Indonesia memerlukan PLTN sebagai sumber pembangkit tenaga listrik alternatif. Meski ada resistensi, BATAN diminta meneruskan penelitian kondisi geologis kawasan Gunung Muria, Jateng, sebagai persiapan pembangunan PLTN pertama di Indonesia.
“Dalam penggunaan teknologi manapun, kita dihadapkan pada risiko. Penggunaan teknologi nuklir Bahkan mengandung risiko… Berencana tetapi, Seandainya kita Sebelumnya merencanakannya secara cermat, maka kita tidak Dianjurkan ragu-ragu lagi,” kata Soeharto saat memberi sambutan di depan pimpinan BATAN tahun 1992.
Justru booming minyak dan batubara ditambah resistensi publik yang terus muncul membuat isu PLTN era Orde Baru sementara mereda.
Di bawah pemerintahan Kepala Negara Susilo Bambang Yudhoyono, ambisi nuklir Indonesia terus hidup. Untuk menggenjot pertumbuhan di atas 6%, sesuai janji kampanyenya tahun 2004, Yudhoyono menggelar proyek ambisius listrik 35GW. Nuklir pun kembali dilirik.
Tahun itu Bahkan komunikasi dengan Badan energi Atom Dunia (IAEA) dilakukan. Dua tahun berikutnya, SBY mendatangkan Mohamed ElBaradei, Ketua IAEA yang Bahkan penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2005.
“Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia dan IAEA Sebelumnya menyelesaikan persiapan teknis untuk menganalisis sistem energi Indonesia secara keseluruhan sekaligus mempertimbangkan opsi-opsi nuklir yang tersedia untuk Indonesia,” kata ElBaradei dalam jumpa pers di Jakarta, 18 Desember 2006.
“Kami memberi dukungan persiapan Indonesia untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir,” ujarnya.
ElBaradei bahkan datang lagi setahun berikutnya, 2007. Ia Bahkan berkali-kali mengirim anak buah untuk Membantu memuluskan jalannya proyek. Upaya-upaya ini, bisa diduga merupakan ikhtiar SBY Supaya bisa nuklir mendapat tempat di hati masyarakat.
Sampai Yudhoyono lengser setelah 10 tahun memerintah, PLTN belum Bahkan ada wujudnya. Pemerintah justru mengeluarkan beleid berwujud PP 79/2014, yang menyebut “energi nuklir merupakan opsi terakhir dalam Mengoptimalkan ketahanan dan kemandirian energi di Indonesia”.
PP itu mengamanatkan pemanfaatan sumber energi lainnya, terutama energi baru dan terbarukan, sebelum mempertimbangkan penggunaan nuklir.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA